Mengenal Keistimewaan Yogyakarta dari Sarkem sampai Bong Suwung

· | JOE HOO GI | 30/07/2018
Mengenal Keistimewaan Yogyakarta Dari Sarkem Sampai Bong SuwungOleh Pemerintah Hindia Belanda, Sarkem hingga Bong Suwung dijadikan tempat hiburan malam untuk para buruh pembangunan rel kereta api. Sarkem juga merupakan lokasi pembuangan dan penampungan para selir Kraton

JOEHOOGI.COM - Tanyakan kepada siapa saja yang pernah singgah lama di wilayah Jogjakarta pasti mengenal dan mengetahui dua tempat bertetanggaan yang berada di pusat jantung kota Jogjakarta, Pasar Kembang (Sarkem) dan Bong Suwung (khusus mengenai nuansa kehidupan di Bong Suwung pernah saya tulis dalam bentuk sajak di blog ini dalam judul Bong Suwung Di Malam Hari dan Badran Di Tengah Malam Hari. Bahkan tidak berlebihan jika saya menyatakan siapa saja yang pernah menjadi mahasiswa in de kost di salah satu Perguruan Tinggi di Jogjakarta pasti tidak merasa asing dengan dua wilayah ini.

Siapa saja yang mendengar kata Sarkem dan Bong Suwung, pasti denotasi yang terlintas di pikiran masyarakat Jogjakarta adalah dua nama tempat bertetanggaan prostitusi tertua di Indonesia atau dua nama lokalisasi bertetanggaan yang dari tahun 1818 hingga sampai dengan tahun 2018 masih tetap exist dan survive yang letaknya berada di tengah pusat kota Jogjakarta.

Secara administratif, Sarkem berada di Kecamatan Gedongtengen, Kelurahan Sosromenduran dan RW Sosrowijayan Kulon. Location map Sarkem berada di sekitar 400 meter sisi arah barat jalan Malioboro atau di sebelah selatan Stasiun Tugu Jogjakarta. Sedangkan Bong Suwung berada di Kecamatan Jetis, kelurahan Bumijo dan di antara dua perbatasan Jlagran dan Badran. Location map Bong Suwung berada tepat di belakang atau dari arah barat Stasiun Tugu Jogjakarta. 


Kecuali Bong Suwung, istilah nama Sarkem dikenal pada tahun 1970-an. Sarkem sebelumnya dikenal dengan nama Balokan. Konon di sebelah selatan Stasiun Tugu dulunya adalah tempat penumpukan balok-balok kayu jati untuk bantalan rel kereta api. Tapi ketika malam menjelang, tempat di sekitar penumpukan balok-balok kayu jati itu menjadi tempat mangkalnya kaum perempuan lacur yang menjajakan tubuhnya untuk kepentingan birahi kaum lelaki. Tempat prostitusi itu kemudian dikenal dengan nama Balokan. 


Dengan perkembangan waktu atau tepatnya pada tahun 1970-an, setelah tempat Balokan tidak dijadikan tempat penumpukkan balok-balok kayu jati untuk bantalan rel kereta api tapi telah berubah menjadi pasar kios yang menjajakan aneka bunga, maka dengan seiringnya waktu masyarakat tidak lagi menyebut tempat tersebut dengan sebutan Balokan, melainkan berubah sebutan namanya menjadi Pasar Kembang hingga sampai sekarang. 
 
Uniknya lagi meskipun Sarkem sudah menjadi nama jalan, tapi kenyataannya tempat ini sudah tidak ada lagi pasar kios yang menjajakan aneka macam bunga. Pasar kios yang menjajakan aneka macam bunga justru telah berpindah di jalan Ahmad Jazuli, Kotabaru.

Tapi belakangan pada satu dasawarsa ini, kata Sarkem oleh sebagian orang telah diubah namanya dengan sebutan Gang Flamboyan yang jelek terhadap setiap orang yang mendengarnya. Menurut saya, apa pun perubahan dalam penyebutan Sarkem menjadi Gang Flamboyan, kalau ujung-ujungnya tetap menunjukkan suatu tempat prostitusi, maka ending< pada denotasinya tetaplah memiliki kandungan makna yang sama.


Konon lokalisasi Sarkem dan Bong Suwung memang memiliki kandungan nilai historis yang tidak dapat dipisahkan dari khazanah sejarah peradaban masyarakat dan kebudayaan kota Jogjakarta. Lokalisasi Sarkem dan Bong Suwung sudah ada sejak 200 tahun yang lalu pada abad 16 atau lebih tepatnya sejak tahun 1818 Masehi ketika Nagari Kasultanan Ngayogyokarto Hadiningrat masih dalam pendudukan Pemerintah Kolonial Hindia Belanda. 
 
Ketika itu oleh Pemerintah Hindia Belanda, Sarkem hingga Bong Suwung dijadikan sebagai tempat hiburan malam untuk para buruh pembangunan rel kereta api. Konon dulunya Sarkem juga merupakan lokasi pembuangan dan penampungan para selir Kraton.

Meskipun Gubernur DIY, Sri Sultan Hamengku Buwono X menolak menjadikan Sarkem dan Bong Suwung sebagai kawasan wisata seks, dan bahkan walikota Jogjakarta pada tanggal 2 Maret 1976 sudah mengeluarkan intruksi larangan praktek prostitusi untuk wilayah Sarkem dan Bong Suwung tetapi realitasnya yang terjadi sampai sekarang betapa Sarkem dan Bong Suwung tetap menjadi kawasan wisatawan mancanegara yang terus melegenda. 


Boleh jadi kawasan Sarkem dan Bong suwung merupakan salah satu tempat wisata favorit selama berwisata ke Jogjakarta. Bahkan lokalisasi Sarkem dan Bong Suwung memiliki andil yang sangat signifikan bagi dunia pariwisata. Memisahkan Sarkem dan Bong Suwung dari Jogjakarta sama saja memisahkan Jogjakarta dari dunia pariwisatanya. 
 
Dengan seiringnya perkembangan waktu pasca Reformasi yang berimbas dengan semaraknya Peraturan Daerah yang berkaitan dengan penertiban  lokalisasi di berbagai tempat di Indonesia, seperti penutupan lokalisasi Kalijodo di Jakarta, penutupan lokalisasi Dolly di Surabaya dan sebagainya, apakah nantinya juga akan berimbas kepada penutupan lokalisasi Sarkem dan Bong Suwung? Jika saya disuruh untuk menjawabnya, maka saya tidak yakin kalau Sarkem dan Bong Suwung dapat terhapus dari tourist map Jogjakarta, kecuali Jogjakarta tidak lagi bagian dari Daerah Istimewa.
Follow JOE HOO GI







Baca Lainnya

    Artikel Terkait