
Oktober 1991 ketika acara peringatan Dies Natalis XXXIII Universitas Janabadra Yogyakarta, saya diberi kesempatan untuk membacakan sajak. Sengaja kupilih sajakku berjudul Badran Di Tengah Malam Hari yang kutulis ketika pertama kali saya tinggal sebagai mahasiswa indekosa di kampung Badran pada tahun 1987.
Tiada kuduga jika sajak ini ternyata mendapat juara pertama. Untuk mengenangnya kembali, saya menbcoba untuk menampilkan kembali sajak Badran Di Tengah Malam Hari. Sebagai catatan di sini, Badran waktu itu dikenal sebagai area underground tempat mangkalnya kaum miskin kota sebab kampung ini berada di tengah kota Yogyakarta.
Temon namanya
bocah lanang belasan tahun
tidak mengenal bangku sekolah
tidak punya satu bapak
kecuali seribu bapak
tidak kenal Tuhan
kecuali harapan
untuk bisa makan
pada hari ini.
Temon namanya
bocah lanang belasan tahun
hanya mempunyai seorang ibu
lonte keriput pinggiran jalan
menjajakan memeknya
hanya demi sesuap nasi
sebungkus rokok kretek
dan bedak gincu murahan.
Temon namanya.
bocah lanang belasan tahun
terlalu dini disebut preman
meski mengais makan
lewat memalak dan mencopet
sementara ibunya hanya pasrah
menyerahkan nasibnya
kepada apa dan siapa.
Temon namanya.
bocah lanang belasan tahun
potret kemelaratan anak bangsa
menjadi warna langit Indonesia
di tengah para pejabatnya
yang santun
satu sisi rajin pencitraan
sisi lain korupsi jalan terus.
(Joe Hoo Gi)
JOE HOO GI

Melalui sajian kolom komentar di bawah sampaikan kepada kami komentar kritik, saran dan pertanyaan Anda yang berkaitan dengan artikel: Badran Di Tengah Malam Hari
Peringatan Sebelum Berkomentar:
Komentar yang mengarah ketindakan spam atau tidak berkaitan dengan isi artikel tidak akan dipublikasikan.
EmoticonEmoticon