Sekali Lagi Memahami Intonasi Jiwa Keperangaian Seorang Ahok
Jika kita mau memahami seorang anak bangsa sendiri bernama Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok dalam karakteristiknya sebagai manusia yang intonasi jiwa keperangaiannya sangat keras tanpa tedeng aling-aling, non kompromis dan menganggap semua dihadapannya harus tunduk dan takluk pada intonasi jiwa keperangaiannya, maka segalanya akan clear dalam memahami setiap kasus yang berkaitan dengan Ahok.
Selamat Jalan Kwa Sien Hok: Akhir Kesendirianmu Menghebohkan Banyak Orang
Entah bagaimana saya harus memulai tulisan saya ini. Tapi yang jelas tulisan ini tidak akan saya tulis jika saja kawan saya, Kwa Sien Hok alias Soebijoto Kuamerta yang nyaris selama 32 tahun saya sudah tidak lagi bergumul pertemanan dengannya, mendadak pada masa tuanya telah dikabarkan secara tragis meninggal dunia dalam kondisi duduk membusuk di ruang tamu, sementara ibu kandungnya yang sudah tua renta dan konon menderita kelumpuhan total akibat stroke juga jenasahnya ditemukan meninggal dunia tergeletak membusuk di kamar mandi.
Reuni 212 Antara Paranoid dan Antisipasi
Tidak ada yang perlu ditakutkan dari aksi Reuni 212 yang telah melibatkan kekuatan massa yang massif, kecuali Negara dan sebagian komponen bangsa yang lain hanya mengantisipasi dari segala kemungkinan yang buruk agar kebebasan berkumpul menyampaikan pendapat di depan umum yang melibatkan mobilization of large mass forces tidak terprovokasi untuk mengulangi kembali event of bloody social conflict yang beberapa kali pernah mengguncang sejarah sistem percaturan perpolitikan nasional.
Jangan Menyerah Sebab Kita Satu
Jika Negara saya analogikan sebagai anatomi tubuh manusia, maka apa yang terjadi jika anatomi dari tubuh manusia yang terdiri dari kesatuan berbagai anggota tubuh mulai dari otak, jantung, ginjal, lambung, usus, paru-paru, tangan, kaki, mulut, hidung, kelamin, perut, dada dan sebagainya mendadak mengalami kelumpuhan, tidak saling terkait dan ingin memisahkan diri dari kesatuan tubuh manusia? Kalau hal ini terjadi maka tubuh manusia akan mengalami sick without power, physical disability dan tubuh manusia akan kehilangan peranan keseimbangan fungsi kesejatiannya sebagai tubuh manusia yang normal dan sehat.
Menolak Lupa Wiji Thukul Di Pilpres 2019
Saya tidak peduli siapa yang telah melenyapkan kehidupan Wiji Thukul. Sebab apalah artinya makna kepedulianku, kepedulian keluarga dan kepedulian kawan-kawannya jika terbukti selama 20 tahun mereka yang berjuang untuk mengungkap tabir peristiwa kejahatan kemanusiaan ini selalu saja kandas sia-sia tiada berbekas di ujung kesabaran tanpa batas.
Teken Menolak Equality Before of Law Jika Terpilih Menjadi Presiden
Jauh sebelum diputusnya Ijtima Ulama II memberikan dukungan kepada bakal calon presiden Prabowo Subianto dan bakal calon wakil presiden Sandiaga Salahuddin Uno, maka saya jauh-jauh hari sudah dapat begitu mudah memprediksinya. Alasan saya simple saja, jauh awal mereka yang tergabung dalam Ijtima Ulama adalah orang-orang yang track records mereka berada di kubu barisan Gerakan Nasional Pengawal Fatwa Ulama (GNPF-Ulama) yang notabene berada di kubu yang selalu mengorek-orek hingga sampai mengais-ngais mencari kesalahan Jokowi sebagai Presiden, jadi tidak mungkin Ijtima Ulama akan menjatuhkan pilihan kepada Jokowi, meskipun bakal cawapres dari Jokowi adalah Amin Ma'ruf yang notabene a big ulama figure.
Mengais Bak Sampah Mencari Kesalahan Jokowi
Hanya demi menuruti kemauan ambisi kekuasaan Asalkan Bukan Jokowi, para oposan ikhlaskan aneka pemicu kegaduhan yang acap ditabuh-tabuhkan seperti genderang mau berperang hingga sampai nilai-nilai kebangsaan harus lari terbirit-birit dan kadang meneng-meneng sambil terkencing-kencing di celana lantas sesama para anak bangsa tahu-tahu terbelah menjadi dua sisi kutub fauna, Kecebong dan Kampret. Lagi-lagi makhluk hidup made in Allah Subhanahu wa Ta'ala tanpa sebab dan akibat yang jelas mendadak menjadi makhluk yang terhinakan oleh mereka yang konon mengaku pembela Allah Subhanahu wa Ta'ala. Sejak awal saya menolak memakai idiom sebutan Kecebong dan Kampret. Mendingan saya mengganti idiom sebutan Kecebong dengan idiom sebutan Pro Jokowi. Sedangkan untuk mengganti idiom sebutan Kampret dengan idiom sebutan Kontra Jokowi.
Aku Tidak Setuju Tagarmu Tapi Kamu Tetap Kawanku
Tidak sedikit dari kawan-kawan saya bertanya kepada saya perihal sikap saya dalam menghadapi fenomenal Tagar 2019 Ganti Presiden. Saya beritahu kepada mereka kalau saja mereka mau mengikuti tulisan-tulisan di blog saya, maka saya yakin mereka tidak akan bertanya lagi perihal sikap saya menghadapi Tagar 2019 Ganti Presiden kepada saya.