Efektivitas RUU Perampasan Aset dalam Menangulangi Indonesia Darurat Korupsi

· | JOE HOO GI | 29/06/2023
Efektivitas RUU Perampasan Aset Dalam Menangulangi Indonesia Darurat KorupsiDi satu sisi Pemerintah sudah memiliki komitmen kesiapannya, tapi di sisi lain DPR tidak memiliki komitmen kesiapan dengan masih berkutat pada proses perdebatan yang panjang kapan Rancangan Undang-Undang Perampasan Aset dapat disahkan menjadi Undang-Undang.

JOEHOOGI.COM - Kejahatan korupsi secara sistemik yang terjadi di Indonesia sudah ada sejak orde Soekarno dan secara signifikan terus mengalami gradasi dan metafora yang tidak hanya sebagai problema hukum an sich tetapi sudah menjadi pola perilaku yang membudaya atau kebiasaan dari para pegawai dan pejabat Negara yang sudah berurat berakar dari 32 tahun orde Soeharto sampai 25 tahun orde Reformasi.

Berbagai upaya kebijakan pencegahan, penanggulangan dan pemberantasan tindak pidana korupsi Indonesia sudah terus dilakukan atas nama Negara lewat berbagai revisi Undang-undang yang diterbitkan dari mulai UU No.24/1960, UU No.3/1971, UU No.11/1980, UU No.6/1983, UU No.31/1999, UU No.20/2001, UU No.30/2002, UU No.19/2019 sampai Pasal 603 UU No.1/2022. Tapi yang terjadi sampai hari ini tidak ada jaminan korupsi menjadi berkurang, justru sebaliknya kasus perilaku korupsi semakin menggurita.

Berbagai institusi Negara seperti Kepolisian, Kejaksaan, BPKP, Tim Tastipikor dan KPK telah dilibatkan secara ekstra dalam melakukan pencegahan, penanggulangan dan pemberantasan tindak pidana korupsi, tapi lagi-lagi untuk ke sekian kali banyak bukti terjadi di lapangan kasus korupsi terus saja terjadi semakin menjadi-jadi, hukuman yang dijatuhkan pun tidak pernah memberikan efek jera dan tidak pernah mau mempedulikan rasa keadilan masyarakat.

Terobosan langkah Mahfud MD dengan  terang benderang tanpa tendeng aling-aling telah membuktikan kepada publik betapa Indonesia sudah masuk ke level darurat korupsi yang level keparahannya sudah pada stadium akhir. Entah sudah berapa ratus triliun rupiah Negara telah dirugikan dan dibangkrutkan oleh kejahatan korupsi para pegawai dan pejabat tingginya sendiri.

Dua Opsi Mengakhiri Darurat Korupsi Di Indonesia

Menurut saya efektivitas hukuman untuk mengakhiri darurat korupsi di Indonesia hanya ada dua opsi yang harus segera dilakukan oleh Negara jika benar-benar Negara serius untuk melakukan pencegahan, penanggulangan dan pemberantasan tindak pidana korupsi. Kedua Opsi ini efektivitas hukumannya memberikan efek jera dan telah memenuhi rasa keadilan masyarakat.

Opsi Pertama

Memberlakukan hukuman mati kepada para pegawai dan pejabat Negara yang terbukti melakukan tindak pidana korupsi. Opsi pertama ini sudah saya bahas pada artikel sebelumnya. Silahkan klik disini untuk membacanya kembali. Tampaknya wacana hukuman mati bagi para terpidana korupsi sudah lama banyak yang menggaungkan tapi Negara tidak respek untuk memenuhinya. Entah apa yang menjadi alasan keberatan Negara sampai sekarang alasan keberatan itu tidak pernah saya ketahui.

Opsi Kedua

Kalau hukuman mati oleh Negara dirasa tidak memenuhi rasa kemanusiaan, maka berarti hanya ada satu opsi lagi yang efektivitasnya saya anggap telah memberikan efek jera dan memenuhi rasa keadilan masyarakat yaitu memberlakukan Undang-Undang perampasan aset kekayaan bagi terpidana korupsi. Efektivitas Undang-Undang ini sangat berperan untuk mengelola harta sitaan dari hasil kejahatan korupsi sehingga keuangan Negara tidak merugi.

Presiden Jokowi Lebih Memilih Opsi Kedua

Tampaknya Negara lebih antusias untuk memilih kepada opsi kedua terbukti Presiden Jokowi sudah mengeluarkan kebijakan dengan mempersiapkan Rancangan Undang-Undang Perampasan Aset yang sudah dilimpahkan ke DPR, meskipun yang terjadi sampai sekarang DPR -lah yang justru masih berkutat pada proses perdebatan alot kapankah RUU Perampasan Aset dapat segera disahkan menjadi Undang-Undang. 

Ironis, kejahatan korupsi sudah masuk ke level darurat Save Our Souls, tapi yang terjadi di satu sisi Pemerintah sudah memiliki komitmen kesiapannya, tapi di sisi lain DPR tidak memiliki komitmen kesiapan dengan masih berkutat pada proses perdebatan yang panjang kapan Rancangan Undang-Undang Perampasan Aset dapat disahkan menjadi Undang-Undang.

Kendala Berada Pada Ketidaksiapan DPR

Kondisi ketidaksiapan DPR ini telah membuktikan kepada kita betapa permasalahan corat-marutnya moralitas para pegawai dan pejabat tinggi Indonesia yang telah menempatkan kejahatan korupsi sebagai budaya justru biang kerok akar permasalahannya berada pada pihak DPR yang tidak pernah memiliki kebulatan tekad bersama pada semua fraksinya berperan aktif dalam melakukan pencegahan, penanggulangan dan pemberantasan tindak pidana korupsi di Indonesia. 

Tampaknya saya masih banyak meragukan dan mempertanyakan upaya kesungguhan dari Ketua Umum dan Sekjen Pergerakan Advokat Indonesia Heroe Waskito dan Eko Prastowo yang pada akhir-akhir ini dalam pemberitaannya telah menggalang dan memberikan dukungan penuh kepada kehadiran RUU Perampasan Aset agar segera disahkan menjadi Undang-Undang. 

Keraguan saya ini didasari pada empirical and historical facts betapa selama periode orde Soekarno, berlanjut ke periode orde Soeharto hingga sampai 25 tahun orde Reformasi justru yang terjadi kehadiran para advokat lah yang memberikan akses advokasinya sebagai penasehat hukum kepada para tersangka tindak pidana korupsi. 

Catatan Penutup

Akhirulkalam, sudah saatnya dibutuhkan controversial attitude of courage dari para advokat Indonesia untuk mulai sekarang bersatulah untuk tidak memberikan akses advokasinya sebagai penasehat hukum kepada para tersangka korupsi.Follow JOE HOO GI

Download: Rancangan Undang-Undang Perampasan Aset







Baca Lainnya

    Artikel Terkait