Yuliono Singsoot Musisi Mbeling dari Kaki Lima, Kampus sampai Cafe

· | JOE HOO GI | 05/01/2020
Yuliono Singsoot Musisi Mbeling Dari Kaki Lima, Kampus Sampai CafeKeunikan dari lelaki kelahiran di Wonosobo pada 15 Juni 1987 dan masih bujangan ini telah memadukan kepiawaian bermain siulnya dalam lagu-lagu yang dibawakan. Tidak heran jika khayalak menjulukinya sebagai Yuliono Singsoot yang nama aslinya cukup dengan nama Yuliono

JOEHOOGI.COM - Selintas ketika mengikuti lagu-lagu humorik yang dibawakan oleh Yuliono Singsoot, maka yang terlintas di ingatan saya tiada lain saya menjadi teringat kepada para seniman seniornya yang ketika awal merintis juga dimulai dari lagu-lagu pop akustik bernuansa humorik seperti Iwan Fals dan Tom Slepe (alm).

Iwan Fals (dulu di tahun 1979 masih bernama Iwan Fales) sebelum menjadi top singer artist seperti sekarang merintis awal karirnya sebagai musisi pop akustik jalanan yang hanya berbekal gitar kayu bolong dan harmonika. Lagu-lagunya bernuansa humorik yang sarat dengan kritik sosial sehingga pernah mejuarai lomba musik humor yang diselenggarakan Lembaga Humor Indonesia (LHI) di tahun 1979.

Demikian juga dengan jejak karir Tom Slepe dan Wanda Chaplin (alm) merintis awal karirnya sebagai musisi pop akustik jalanan. Lagu-lagu yang diciptakan dan dinyanyikan ke ranah publik pun penuh dengan nuansa humorik yang sarat dengan kritik sosial. Bersama dengan Iwan Fals turut menjuarai lomba musik humor pada tahun 1979 yang diselenggarakan oleh LHI.

Selanjutnya masih di tahun 1980-an banyak musisi bertaburan yang membawakan lagu-lagu pop akustik bernuansa humorik seperti Remy Sylado, Doel Sumbang, Wanda Chaplin, Alex J.Mariat, Tong Crosbie, Tendy Bangor, Yudhi Minor, Subur Tahu dan Shinta Sinting. Realitas di pasaran ternyata kehadiran para musisi pop akustik yang membawakan lagu-lagu bernuansa humorik tidak dapat diterima, sehingga satu persatu tenggelam dengan sendirinya.

Maklum pasaran ternyata masih mendominasi lagu-lagu pop bernuansa cengeng yang sarat tentang cinta, anggur dan rembulan. Beberapa dari pelantun lagu-lagu bernuansa humorik berpindah haluan mengikuti kemauan pasar seperti misalnya Tong Crosbie yang terpaksa harus mengganti namanya menjadi Obbie Messakh. Bahkan Wanda Chaplin yang beberapa albumnya pernah saya koleksi ternyata harus banting setir menuruti kemauan pasar dengan mengganti namanya menjadi Papa T Bob.

Menurut saya mengapa kehadiran para pelantun lagu-lagu pop akustik bernuansakan humorik banyak tenggelam dan tidak sepopuler lagu-lagu pop cengeng yang sarat cinta, anggur dan rembulan? 

Betapa kita ketahui pada waktu Negara masih Orde Baru belum ada jaringan internet dan belum ada televisi swasta. Sumber iklan hanya satu-satunya didominasi oleh TVRI yang dapat menyiarkan. Apa lagi banyak yang takut menyiarkan para artis yang melantunkan lagu-lagu humorik bersarat kritik sosial.

Para produser pun kadang harus berpikir ekstra ulang untuk mempopulerkan mereka sebab selain kehadiran mereka tidak diburu oleh pasar, juga kondisi sistem otoriter Orde Baru yang menghambat para artis untuk berceloteh lagu-lagu humorik bersarat kritik sosial.

Saya acap menyebut lagu-lagu pop akustik yang dinyanyikan dengan suasana bebas penuh humorik dan sarat kritik sosial dengan sebutan lagu-lagu mbeling. Istilah mbeling ini awalnya dipopulerkan oleh Remy Sylado. Makna mbeling di sini betapa pesan pada lagu yang dibawakan membumikan persoalan secara konkret dengan pengolahan kata-kata yang lugas tanpa basa-basi, tanpa tendeng aling-aling, bebas tanpa aturan bahasa.

Kehadiran Yuliono Singsoot dari kaki lima, kampus sampai cafe adalah panggung ngamennya. Kehadirannya telah menunjukkan kepada kita betapa masyarakat pecinta lagu-lagu mbeling telah menemukan kembali lagu-lagunya yang telah lama tenggelam dan hilang di blantika musik Indonesia. Semoga dia terus berkarya dan berkarya sepanjang waktu sampai waktu membuktikan betapa kehadiran untuk lagu-lagu mbeling tidaklah menjadi sia-sia di blantika musik Indonesia.

Keunikan dari lelaki kelahiran di Wonosobo pada 15 Juni 1987 dan masih bujangan ini telah memadukan kepiawaian bermain siulnya dalam lagu-lagu yang dibawakan. Tidak heran jika khayalak menjulukinya sebagai Yuliono Singsoot yang nama aslinya cukup dengan nama Yuliono.

Saya sampai sekarang belum melihat apakah Yuliono Singsoot juga piawai memainkan harmonika? Sebab realitas yang terjadi kehadiran harmonika dan gitar bolong akustik adalah kedua alat musik mascot yang tidak bisa dipisahkan dari para pelantun lagu-lagu mbeling.

Ketika usia 15 tahun, Yuliono hijrah dan menetap di Jogjakarta. Melanjutkan pendidikan sekolah lanjutan atasnya di SMA Budi Luhur Jogjakarta. Selain sebagai murid di SMA Budi Luhur, juga merangkap sekaligus sebagai tukang kebun sekolah, tukang sol sepatu dan tukang servis payung. Ketika malam mulai menjelang dia beralih sebagai musisi jalanan yang melantunkan lagu-lagu mbeling.

Yuliono Singsoot yang pernah menempuh pendidikan Agribisnis di Univeritas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) dan beberapa kali pernah menjuarai lomba dan terakhir pernah lolos ikut sampai di Jakarta pada Audisi Indonesian Idol yang diselengarakan oleh RCTI pada tahun 2014, bakat karirnya sebagai musisi mbeling sekarang tidak lagi diekspresikan sebagai musisi jalanan, tetapi telah beranjak sebagai musisi cafe dari panggung cafe ke panggung cafe lainnya di Jogjakarta.

Akhirulkalam, saya akan menampilkan sajian video hasil peliputan terhadap tiga lagu yang dipresentasikan oleh Yuliono Singsoot dalam pentas liveshownya pada acara tutup tahun 29 Desember 2019 di panggung DC Milk Cafe & Bar di jalan Damai Nomor 5A Jogjakarta. Semoga kehadiran lagu-lagu mbelingnya dapat menambah khazanah di blantika musik di Indonesia yang selama ini belum banyak kita ketahui.
Follow JOE HOO GI







Baca Lainnya

    Artikel Terkait