Maunya Mengalahkan Ahok Tapi Strategi Rival Malah Menguntungkan Ahok

· | JOE HOO GI | 25/09/2016
Maunya Mengalahkan Ahok tapi Strategi Rival Malah Menguntungkan AhokMendiskreditkan Ahok oleh sistemik pihak lawan dengan menggunakan isu surah Al-Maidah 51 akan dimanfaatkan oleh pihak lawan betapa Ahok telah melakukan penistaan agama

JOEHOOGI.COM - Ketika adanya pertemuan koalisi para elite partai politik yang terdiri dari Partai Demokrat, PPP, PKB dan PAN di Cikeas, siapakah gerangan calon Gubernur DKI Jakarta 2017 yang akan bakal direkomendasikan oleh kubu koalisi Cikeas? 

Waktu dalam pertemuan kubu koalisi Cikeas itu tidak terlintas dalam pikiran saya kalau nantinya Mayor Infanteri Agus Harimurti Yudhoyono, yang notabene merupakan putera sulungnya SBY, yang bakal direkomendasikan oleh kubu koalisi Cikeas sebagai calon Gubernur DKI Jakarta periode 2017-2022.

Saya tidak yakin AHY yang akan bakal diusung oleh SBY sebab pesan pidato pengarahan yang disampaikan oleh SBY dihadapan para Perwira lulusan Akademi TNI dan POLRI di Markas Komando Armada Kawasan Timur. Surabaya, Selasa 22 Desember 2009, SBY melarang para Perwira lulusan Akademi TNI dan POLRI untuk tidak bercita-cita menjadi Kepala Daerah mulai dari tingkat Gubernur, Bupati dan Walikota.

Amanat dari pidato SBY inilah yang membuat saya tidak begitu yakin jika SBY akan memberikan rekomendasi kepada AHY sebagai calon Gubernur DKI Jakarta. Dalam benak pikiran saya, tidak mungkinlah SBY mengingkari pesan pidatonya sendiri. 

Dalam acara bedah buku Transformasi TNI  karya Letjen TNI (Purn) Agus Widjojo yang berlangsung di kantor CSIS, Senin 28 September 2015, SBY pernah menyampaikan pesannya dihadapan para peserta yang hadir bahwa betapa pentingnya netralitas TNI dan POLRI sesuai amanah, sumpah dan profesionalismenya dalam peran tugas dan fungsinya sebagai kekuatan pertahanan dan keamanan negara untuk tidak memasuki ke wilayah politik praktis dan politik kekuasaan. 

Kalau saja AHY bukan seorang Perwira TNI, maka rekomendasi SBY dapat saya pahami, meskipun masih juga tetap saya pertanyakan, mengapa rekomendasi harus diberikan kepada putera sulungnya yang belum pernah berkecimpung di dunia politik? 

Mengapa tidak diberikan kepada putera keduanya, Edhie Baskoro Yudhoyono yang akrab disapa Ibas yang sudah malang melintang di dunia partai politik? Mungkin SBY punya pertimbangan sendiri mengapa harus memilih AHY dan tidak menjatuhkan pilihannya kepada Ibas.

Seharusnya koalisi para elite partai politik di Cikeas jika tujuan utamanya ingin mengalahkan calon pasangan Ahok dan Djarot yang telah mendapat rekomendasi dukungan dari PDIP, Golkar, Hanura, Nasdem dan 900 ribu jumlah KTP milik warga DKI Jakarta, maka kubu koalisi Cikeas dapat melibatkan kubu koalisi Prabowo yang terdiri dari Gerindra dan PKS untuk menyamakan satu persepsi. 

Menyamakan satu persepsi itu tegasnya harus ada dua calon pasangan dan bukan tiga calon pasangan yang nantinya maju dalam bursa Pilkada DKI Jakarta 2017, sehingga suara pemilih Asal Bukan Ahok dapat dipersatukan pilihan suaranya dan tidak terpecah menjadi dua pilihan suara. 

Tapi yang terjadi sekarang, kubu Asal Bukan Ahok terbelah menjadi dua calon pasangan, yaitu kubu koalisi Cikeas mencalonkan pasangan AHY dan Sylviana Murni, dan kubu koalisi Prabowo mencalonkan pasangan Anies Baswedan dan Sandiaga Salahudin Uno.

Kalau tujuan awal dari para rival maunya bagaimana cara untuk dapat mengalahkan Ahok tapi yang terjadi sekarang justru strategi yang ditempuh para rival untuk mengalahkan Ahok malah lebih menguntungkan Ahok. 

Strategi ideal yang cerdas yang harus ditempuh oleh para rival Ahok, jauh hari seharusnya kubu koalisi Cikeas dan kubu koalisi Prabowo sudah mengadakan pertemuan untuk dapat bersatu menyamakan persepsi. 

Kalau memang maunya suara dukungan sebanyak-banyaknya sebagai tujuan awal untuk dapat mengalahkan Ahok, maka kubu koalisi Prabowo lebih menjatuhkan pilihannya kepada Rizal Ramli, dan kemudian kubu koalisi Cikeas menjatuhkan pilihannya kepada Anies.

Mengapa harus kubu koalisi Cikeas yang meminang Anies dan kubu koalisi Prabowo yang meminang Rizal Ramli? Sebab secara historikal belum ada peristiwa ketidak-harmonian pribadi antara SBY dan Anies. 

Berbeda jika yang meminang dari kubu koalisi Prabowo, maka kehormatan Anies akan dipertanyakan sebab mengingat pada kejadian sebelumnya Anies pernah melakukan manuver terbuka untuk tidak akan pernah bisa menjadi pendukung kepada Prabowo pada Pilpres 2014.

Pertanyaannya mengapa harus menjatuhkan calon pasangan Rizal Ramli dan Anies? Sebab masyarakat sudah mengetahui betapa Anies dan Rizal Ramli satu senasib sepenanggungan, yaitu pernah menjadi timses Jokowi, sama-sama pernah duduk di kabinet Jokowi dan sama-sama pernah diresufle pada hari dan tanggal yang sama. 

Dengan kejadian diresuflenya Anies dan Rizal Ramli, tidak sedikit masyarakat kecewa dengan langkah kebijakan yang telah diambil oleh Presiden Jokowi. Moment dari kesempatan inilah yang harus menjadi pijakan dasar menentukan strategi bagaimana cara untuk bisa mengalahkan suara Ahok dan Djarot.

Tapi yang terjadi sekarang nasi sudah menjadi bubur. Nasi yang bernama calon pasangan Anies dan Rizal Ramli telah fataal dimasak menjadi bubur bernama dua calon pasangan yang berujung saling crash sehingga menjadi bahan tertawaan masyarakat luas. Pihak dari kubu Asal Bukan Ahok terpecah menjadi dua calon pasangan yang tentunya mempengaruhi jumlah suara dukungan sebab terbelah menjadi dua suara dukungan yang berbeda. 

Kubu koalisi Cikeas bukannya memilih Anies, tapi justru memilih putera kandungnya sendiri, AHY yang notabene masih merupakan Perwira TNI yang masih aktif. Seharusnya SBY sebagai seorang Negarawan dan sekaligus ayahnda untuk putera sulungnya dapat memberikan tauladan untuk tidak terjun dan terjebak ke dalam ranah politik praktis mengingat putera sulungnya masih sebagai Perwira TNI yang aktif. Sedangkan kubu koalisi Prabowo tidak memilih Rizal Ramli, tapi justru memilih Anies yang pernah menghujat kehormatannya Prabowo.

Kalau strateginya sudah curat-marut seperti ini tentunya terselip di benak saya, apa serunya yang bisa diharapkan dari pertarungan bursa Pilkada DKI Jakarta 2017 jika bakal kemenangan yang akan terjadi nanti masyarakat di sana-sini pun bisa menebak kemenangan siapakah yang bakal duduk sebagai Gubernur DKI Jakarta Periode 2017-2022?  

Sekali lagi warga masyarakat di DKI Jakarta lah yang berhak menentukan suara mayoritas siapakah yang bakal menjadi kemenangan untuk dapat duduk di kursi Gubernur dan Wakil Gubernur DKI Jakarta Periode 2017-2021.

Tentunya saya harus bersabar untuk menunggu dan membuktikannya pada perhitungan suara nanti yang rencananya diselenggarakan secara serentak bersamaan dengan Pilkada di tujuh propinsi di Indonesia (Aceh, Bangka Belitung, Banten, DKI Jakarta, Gorontalo, Sulawesi Barat dan Papua Barat) pada tanggal 15 Pebruari 2017, khusus untuk Pilkada di DKI Jakarta apakah prediksi saya salah ataukah sebaliknya. 

Tapi prediksi saya di atas akan menjadi hisapan jempol jika yang terjadi di luar kepatutan demokrasi. Misal para pendukung rival di luar Ahok akan memainkan isu-isu SARA untuk menyerang Ahok. 

Sosok seorang Ahok yang multi minoritas, lahir dan dibesarkan bukan sebagai orang Jawa, peranakan Tionghoa dan beragama non muslim memang rentan strategis untuk dihujami isu-isu SARA.

Simbol agama Islam seperti surah Al-Maidah 51 oleh pihak lawan bisa dijadikan senjata strategis pamungkas untuk menyerang Ahok yang non muslim. 

Jika nuansa isu SARA yang terus dikedepankan tanpa ada kekuatan demokrasi untuk membendungnya, maka boleh jadi kondisi ini sangat-sangat tidak menguntungkan posisi Ahok, tapi bisa juga malah menguntungkan suara Ahok. 

Tidak menguntungkan posisi Ahok dalam pengertian, jika misal Ahok didiskualifikasi oleh KPU, maka konsekuensinya Ahok tidak dapat maju sebagai calon Gubernur DKI Jakarta. Tapi jika yang terjadi sebaliknya, Ahok tetap diperkenankan maju dalam pertarungan pilkada oleh KPU, maka justru kondisinya malah menguntungkan suara Ahok sebab masyarakat Jakarta secara makro tidak mengedepankan background primordial dari sang calon, melainkan jejak kinerja dari sang calon.

Tapi boleh jadi, posisi Ahok yang selalu saja didiskreditkan oleh sistemik pihak lawan dengan menggunakan isu surah Al-Maidah 51, yang secara psikologis telah membuat Ahok semakin kesal lantas kemudian Ahok tanpa kesengajaan keceplosan bicara yang intinya telah mengkritisi surah Al-Maidah 51 kepada publik, maka boleh jadi kondisi ini justru akan dimanfaatkan oleh pihak lawan betapa Ahok telah melakukan penistaan agama.

Isu penistaan agama ini jika dimainkan oleh pihak lawan pasti akan menyulut kemarahan umat Islam di Indonesia. Boleh jadi posisi Ahok akan di-Arswendo-kan atau di-Permadi-kan. Jika kondisi ini terjadi, maka Ahok sudah kena jebakan politik pihak lawan. 

Jika Ahok di-Arswendo-kan atau di-Permadi-kan yang menurut skenario pihak lawan bahwa Ahok telah melakukan tindak pidana penistaan agama, maka target yang dijadikan oleh pihak lawan tiada lain, Ahok harus menjadi tersangka sehingga hak Ahok untuk maju sebagai calon Gubernur DKI Jakarta akan gugur dengan sendirinya.

Boleh jadi kondisinya di luar dugaan, Pengadilan akan menunda keputusannya hingga sampai Pilkada DKI Jakarta selesai dalam pertarungannya. Wallahu a'lam Bish-shawabi.Follow JOE HOO GI








Baca Lainnya

    Artikel Terkait