Studi Kasus Dorce Gamalama: Menerima Perilaku Seksual Homogen

· | JOE HOO GI | 19/02/2016
Studi Kasus Dorce Gamalama: Menerima Perilaku Seksual HomogenSetiap manusia memiliki sifat genetik libido yang tertanam sejak lahir. Sifat genetik libido yang tertanam pada setiap manusia tidak bisa untuk diubah karena sifatnya kodrati, alamiah dan manusiawi

JOEHOOGI.COM - Setiap kelahiran manusia tidak bisa diprediksi apakah sifat genetik libido pada bayi yang telah dilahirkan akan sama dengan jenis kelamin pada bayi tersebut. Ketika sang bayi lahir berkelamin lelaki belum tentu kelak memiliki sifat genetik libido sebagai lelaki, begitu juga sebaliknya, ketika sang bayi lahir berkelamin perempuan belum tentu kelak memiliki kesamaan sifat genetik libido sebagai perempuan. 

 Kondisi real manusia di mana ada perbedaan signifikan dan masif antara jenis kelamin dan sifat genetik libido pada dirinya, maka kondisi real inilah yang oleh perkembangan waktu disebut dengan istilah akronim sebagai perilaku seksual homogen.

Tuhan Sang Pencipta Alam Semesta dan Kehidupan memang menciptakan manusia dengan dua jenis kelamin: lelaki dan perempuan. Kesalahan yang fataal jika kehadiran perilaku seksual homogen  dianggap sebagai fenomenal yang mempersoalkan dan memperdebatkan jenis kelamin. Padahal perbedaan perilaku seksual homogen dan perilaku seksual heterogen bukan memperdebatkan pada faktor jenis kelamin, melainkan sifat genetik libido yang tertanam dalam dirinya. 

Setiap manusia, baik yang perilaku seksual homogen maupun yang perilaku seksual heterogen, pasti memiliki sifat genetik libido pada dirinya. Sifat genetik libido pada manusia sudah menjadi bawaan sejak lahir dan tidak ada kekuatan tekhnologi kedokteran pun yang bisa mengubah sifat genetik libido, kecuali mengubah jenis alat kelamin manusia melalui medis pembedahan. Dengan kata lain, jenis kelamin tidak bisa menjadi dalil ilmu pasti untuk menentukan sifat genetik libido pada manusia.

Seseorang dengan jenis kelamin lelaki, belum tentu sifat genetik libidonya berperan sebagai lelaki. Begitu juga sebaliknya seseorang dengan jenis kelamin perempuan belum tentu sifat genetik libidonya berperan sebagai perempuan. 

Solusi ideal yang terjadi pada dunia medis kedokteran modern hanya sanggup mengubah alat kelamin manusia untuk disesuaikan dengan sifat genetik libido yang dimilikinya tapi tidak akan pernah sanggup mengubah sifat genetik libido yang ada pada manusia untuk disesuaikan dengan jenis kelaminnya.

Kalau kondisi realnya sudah demikian jelas mengapa perilaku seksual homogen harus diributkan dan dipersoalkan? Terasa aneh bila keberadaan perilaku seksual homogen diperdebatkan dan dipersoalkan untuk kondisi sekarang ini mengingat keberadaan perilaku seksual homogen sudah ada sejak dimulainya sejarah perjalanan manusia lahir ke dunia. 

Memang akronim dari perilaku seksual homogen merupakan istilah akronim baru sehingga terasa asing di telinga sebagian masyarakat tetapi jika maksud dari penjelasan akronim perilaku seksual homogen ini dipaparkan maka sudah pasti semua masyarakat di tiap zaman tanpa terkecuali sudah mengetahui sosok manusia perilaku seksual homogen.

Apa lagi di Indonesia sendiri, kehidupan perilaku seksual homogen sudah divisualisasikan secara gamblang dalam kesenian Ludruk sejak tahun 760 Masehi. Betapa image perihal perilaku seksual homogen ketika saya masih di bawah usia tujuhbelas tahun, konsepsi masyarakat perihal keberadaan perilaku seksual homogen tidak seheboh seperti sekarang. 

Jika dulu perilaku seksual homogen digambarkan sebagai fenomenal yang penuh humorik dan gelak tawa canda, tapi sekarang perilaku seksual homogen digambarkan sedemikian rupa sebagai wajah yang penuh danger serba menakutkan seolah-olah Negara akan hancur luluh lantak dengan keberadaan perilaku seksual homogen. Hebat dan payahnya lagi ranking popularitas pembahasannya melebihi dari korupsi, narkoba, terorisme dan freeport.

Dalih dari pemuka agama sepakat bahwa Tuhan menciptakan manusia dalam dua jenis kelamin, lelaki dan perempuan. Pada agama Samawi yaitu Yahudi, Nasrani dan Islam sepakat bahwa Allah menciptakan manusia pertama berpasangan bernama Adam dan Hawa. Perilaku seksual homogen juga bagian dari proses keturunan Adam dan Hawa, yang artinya perilaku seksual homogen tetap mengakui status jenis kelaminnya. 

Seorang Lesbian tetap mengakui status jenis kelaminnya sebagai perempuan, sedemikian juga dengan seorang Gay atau Transgender juga mengakui status jenis kelaminnya sebagai lelaki. Untuk membedakan antara lelaki dan perempuan perilaku seksual homogen dan perilaku seksual heterogen  bukan pada jenis kelamin, melainkan sifat genetik libido yang dimilikinya bertolak belakang dengan jenis kelaminnya.

Kesalahan yang fataal adalah dalih yang bersumber pada asumsi stereotip prasangka yang mengatakan perilaku seksual homogen adalah bagian dari penyimpangan seksual yang diakibatkan oleh jiwa yang sakit. Alasannya konon banyak lelaki dan perempuan perilaku seksual homogen sudah banyak yang sembuh terbukti banyak lelaki dan perempuan perilaku seksual homogen yang sudah mempunyai pacar yang bukan dari perilaku seksual homogen dan bahkan bisa menikah secara hukum.

Padahal makna dari sembuhnya perilaku seksual homogen ini hanyalah kepura-puraan untuk menutupi bahwa dia sudah bukan perilaku seksual homogen dengan cara mempunyai pacar atau melakukan pernikahan dengan seorang yang bukan perilaku seksual homogen. 

Segala upaya kepura-puraan ini dilakukan karena dia paham bahwa sistemik yang ada pada lingkungan masyarakatnya menolak kehadiran perilaku seksual homogen yang dianggapnya sebagai penyimpangan seksual yang diakibatkan oleh jiwa yang sakit. 

Perilaku seksual homogen bukanlah tindakan penyimpangan seksual yang diakibatkan oleh jiwa yang sakit melainkan sifat genetik libido yang ada pada perilaku seksual homogen berbeda dengan jenis kelamin yang dimilikinya. 

Tekhnologi kedokteran hingga sampai hari ini hanya dapat mengembalikan lelaki dan perempuan perilaku seksual homogen sesuai kecenderungan sifat genetik libido yang dimilikinya melalui bedah kelamin. Misal seorang lelaki perilaku seksual homogenr yang mempunyai sifat genetik libido sebagai perempuan, maka upaya yang dapat dilakukan oleh dunia kedokteran modern hanyalah membedah alat kelamin lelaki perilaku seksual homogen itu menjadi alat kelamin perempuan. 

Setiap manusia pasti memiliki sifat genetik libido yang tertanam dalam dirinya sejak dilahirkan hingga dewasa. Sifat genetik libido pada manusia akan berakhir ketika manusia menempuh ajalnya. Dengan kata lain, sifat genetik libido yang tertanam pada setiap manusia tidak bisa untuk diubah karena sifatnya kodrati, alamiah dan manusiawi.

Lantas bagaimana agar perilaku seksual homogen dapat diterima oleh semua pihak tanpa terkecuali, khususnya keinginan hak perilaku seksual homogen untuk melangsungkan akad pernikahan yang sah oleh Hukum Negara? Tiada lain, para perilaku seksual homogen wajib mengubah alat kelaminnya melalui upaya medis pembedahan modern sesuai dengan sifat genetik libido yang ada pada dirinya. 

Misal dia seorang perempuan perilaku seksual homogen tapi sifat genetik libidonya sebagai lelaki, bila dia berkeinginan melangsungkan akad pernikahan yang sah oleh Hukum Negara, maka dia wajib meminta bantuan dokter bedah untuk melakukan upaya medis pembedahan alat kelamin perempuannya menjadi alat kelamin lelaki. Begitu juga sebaliknya.

Solusi ini bukan hisapan jempol, omong kosong dan mengada-ngada mengingat sudah banyak anak bangsa dari perilaku seksual homogen yang sudah melangsungkan akad pernikahan yang sah oleh Hukum Negara setelah melakukan upaya pembedahan alat kelaminnya melalui dokter bedah. 

Sebagai studi kasus dapat saya sebutkan salah satunya misalnya seorang perilaku seksual homogen  bernama Dedi Yuliardi Ashadi yang mengubah alat kelamin lelakinya menjadi perempuan melalui upaya medis pembedahan. 

Setelah Dedi berhasil merubah alat kelaminnya dari lelaki menjadi perempuan, Dedi Yuliardi Ashadi resmi mengganti namanya menjadi Dorce Gamalama, sang aktris beken papan atas yang sudah tidak asing lagi di mata dan telinga publik.

Tapi solusi ini untuk sementara mungkin sulit direalisasikan mengingat sebagian besar perilaku seksual homogen dari anak bangsa sendiri tidak mampu untuk membayar biaya medis pembedahan, kecuali ada kebijakan subsidi dari Pemerintah melalui Jaminan Kesehatan Nasional. 

Kendala persoalannya tidak cukup berhenti sampai di sini, solusi ini kemungkinan juga oleh sebagian pihak mungkin dianggap kontroversial dan kemungkinan juga mendapat penolakan dari berbagai elemen masyarakat sebab sistemik arogansi heteroseksual yang terjadi secara turun temurun sudah memberikan asumsi stereotipikal yang minor kepada keberadaan perilaku seksual homogen sebagai penyimpangan perilaku seksual dan bagian dari penyakit jiwa. Wallahu a'lam Bish-shawabi.Follow JOE HOO GI








Baca Lainnya

    Artikel Terkait