
Dua puluh dua tahun silam ketika kebebasan ekspresi masih terlampau sangat mahal di negeri ini seorang kawan saya dari institut senirupa Jogjakarta bernama: Sapto Raharjo yang acap dipanggil Athonk mencurahkan ekspresinya melalui tintanya.
Entah alasan apa karikatur ini telah diberi judul Retribusi? Tapi yang jelas ketika 25 tahun silam dia bersama kawan-kawannya turut menggalang aksi protes kepada kebijakan pemerintah daerah Jogjakarta yang dengan semena-mena melakukan penggusuran terhadap lapak-lapak milik para pedagang kakilima yang ada di sekitar area pasar Pringharjo, kota Jogjakarta. Padahal mereka secara rutin membayar retribusi, tapi tetap saja digusur tanpa upaya solusi.
Tampaknya potret pedagang kakilima yang tergusur oleh kebijakan tata kota tidak hanya terjadi ketika Negara masih di bawah bayang-bayang kekuasaan otoriter Orde Baru, tetapi sampai hari ini 15 tahun usia Reformasi berjalan selalu saja kita disodorkan pemandangan ratapan tangis para pedagang kakilima akibat amuk keberingasan satpol pamong praja menghancurkan lapak-lapak mereka.
Karikatur ini dilukis di atas kertas manila dengan panjang 60 cm dan lebar 30 cm, tanpa kuas, tanpa cat warna dan cukup dengan tinta bolpoinnya warna hitam. Lantas hasil lukisannya disumbangkan kepada saya sebagai kenang-kenangan darinya. Karikatur ini sudah lama kubingkai kaca dan sekarang tetap terpajang di tembok ruang perpustakaan pribadiku. (Joe Hoo Gi)
JOE HOO GI

Melalui sajian kolom komentar di bawah sampaikan kepada kami komentar kritik, saran dan pertanyaan Anda yang berkaitan dengan artikel: Menguak Wajah Orde Baru Melalui Karikatur
Peringatan Sebelum Berkomentar:
Komentar yang mengarah ketindakan spam atau tidak berkaitan dengan isi artikel tidak akan dipublikasikan.
EmoticonEmoticon