Jika kita mau memahami seorang anak bangsa sendiri bernama Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok dalam karakteristiknya sebagai manusia yang intonasi jiwa keperangaiannya sangat keras tanpa tedeng aling-aling, non kompromis dan menganggap semua dihadapannya harus tunduk dan takluk pada intonasi jiwa keperangaiannya, maka segalanya akan clear dalam memahami setiap kasus yang berkaitan dengan Ahok.
Sekali Lagi Memahami Intonasi Jiwa Keperangaian Seorang Ahok
Hak PK Kok Tidak Boleh, Izinkan Saya Tertawa

Izinkan saya tertawa sembari tangan kananku menepuk-nepuk jidat dan tangan kiriku memegang perut agar imbas terpingkalnya tak sampai menohok ke perut. Terus terang saja baru pertama kali ini kuhadapi para badut terkocak di seantero dagelan dari kebudayaan manusia sepanjang masa.
Dagelan PA 212
Ahok To Be Continueted

Awalnya saya tidak tahu ketokohan anak bangsa bernama Ahok. Tapi bergulirnya waktu demi waktu dari mengalirnya peristiwa demi peristiwa namanya mulai terus semakin membesar membumbung tinggi-tinggi sekali tidak hanya untuk warga Jakarta, tidak hanya untuk masyarakat Indonesia, tapi kepopularannya terus menggerus di mata masyarakat internasional dari mulai negara-negara adikuasa hingga menerobos ke segala penjuru negara-negara berkembang.
Penjaramu Adalah Kado Persembahan Politik Identitas Angkara Kebencian

Inilah yang terjadi jika Negara Kesatuan Republik Indonesia dikemas dalam bingkai politik yang saling berkonspirasi untuk saling memangsa antar anak bangsa sendiri. Negara akan kehilangan keseimbangan dan hanya tinggal menunggu karam jika antar anak bangsa sendiri dibiarkan saling berlomba menabur ambisi angkara kebencian. Sementara kawan dan lawan samar dari pandang mataku. Semua ditentukan dalam tolok ukur politik identitas. Perbedaan bukan lagi kebersamaan sebab Agama telah kehilangan rahmatan lil 'alamin.
Apa Yang Salah Pada Lilin?

Apa yang salah pada lilin jika realitas sampai hari ini di kampung-kampung dan pada setiap pemadaman listrik banyak warga beralih ke lilin sebagai penerangan sementara?
Kaitan Tidak Terkait Antara Kasus Permadi Dan Ahok

Pada sekisar tahun 1994 dan 1995 ketika Indonesia masih di bawah rezim otoriter Suharto, saya yang waktu itu masih sebagai mahasiswa selalu intens mengikuti perjalanan politik Permadi,SH sebagai oposan yang selalu intens mengkritisi kebijakan rezim Orde Baru. Pada waktu itu masyarakat luas mengenal Permadi sebagai sosok public figure yang bergerak di bidang paranormal politik.
Selamat Jalan Bung Sarlito Wirawan Sarwono

Innalillahi Wa Innaillaihi Rojiun. Selamat jalan Bung Sarlito Wirawan Sarwono, Guru Besar Fakultas Psikologi Universitas Indonesia. Betapa tidak sedikit esai buku-bukumu acap menjadi bacaanku sehari-hari.
Maunya Mengalahkan Ahok Tapi Strategi Rival Malah Menguntungkan Ahok
Ketika adanya pertemuan koalisi para elite partai politik yang terdiri dari Partai Demokrat, PPP, PKB dan PAN di Cikeas, di kediaman rumah mantan Presiden Soesilo Bambang Yudhoyono (SBY) yang sekaligus sebagai Ketua Umum Partai Demokrat, spontan yang terlintas dalam benak pikiran saya adalah siapakah gerangan calon Gubernur DKI Jakarta 2017 yang akan bakal direkomendasikan oleh kubu koalisi Cikeas? Waktu dalam pertemuan kubu koalisi Cikeas itu tidak terlintas dalam pikiran saya kalau nantinya Mayor Infanteri Agus Harimurti Yudhoyono, yang notabene merupakan putera sulungnya SBY, yang bakal direkomendasikan oleh kubu koalisi Cikeas sebagai calon Gubernur DKI Jakarta periode 2017-2022.
Surat Terbuka Kepada Ratna Sarumpaet
Tulisan berjudul Ahok dan Euforia Turunan Singkek yang ditulis oleh Go Teng Sin dan dimuat di Kompasiana yang kemudian tulisan Go Teng Sin tersebut dishared oleh Ratna Sarumpaet ke akun Facebook -nya, telah saya baca. Alhasil setelah saya membaca tulisan tersebut, saya tidak dapat menemukan pesan korelasinya dengan sosok seorang anak bangsa bernama Ahok alias Basuki Tjahaya Purnama.
Menolak Dikendalikan Partai Politik Kecuali Rakyat Yang Mengusungnya
Dilema yang senantiasa dihadapi oleh seorang pemimpin di Indonesia dari mulai Kepala Daerah hingga sampai Kepala Negara dalam mengambil sebuah keputusannya yang harus dipertimbangkan adalah di satu sisi apakah harus memperhatikan kepentingan suara rakyat yang telah mempercayai untuk memilihnya sebagai seorang pemimpin, atau di sisi lain apakah harus memperhatikan kepentingan suara partai politik yang mengusungnya sebagai seorang kandidat pemimpin?