JOEHOOGI.COM - Tidak ada satu pun negara yang memiliki peraturan perundangan pemberantasan tindak pidana korupsi yang sebanyak di Indonesia. Bayangkan tidak tanggung-tanggung ada sebanyak 24 peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan pemberantasan tindak pidana korupsi yang diberlakukan di Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Tapi ironisnya, Indonesia sebagai negara yang memiliki sebanyak 24 peraturan perundangan pemberantasan tindak pidana korupsi di dunia justru masuk sebagai peringkat negara terkorup di dunia. Betapa hukum tidak kuasa mampu menekan turunnya angka korupsi di Indonesia, sebaliknya justru gravitikasi korupsi semakin naik secara signifikan.
Dewan Perwakilan Rakyat sebagai lembaga negara yang membuat perundang-undangan anti korupsi justru para anggotanya banyak diindikasikan terlibat korupsi dari mulai sebagai tersangka, terdakwa hingga terpidana korupsi.
Kepolisian Republik Idonesia dan Kejaksaan Republik Indonesia sebagai lembaga negara yang berwenang menangani kasus-kasus korupsi justru para pejabatnya malah terlibat kongsi win-win solution kepada para tersangka korupsi.
Lembaga Kehakiman dari mulai Pengadilan Negeri, Pengadilan Tinggi sampai Mahkamah Agung yang mempunyai kewenangan di dalam mengambil keputusan hukuman senantiasa tiada kuasa menghukum secara maksimal para terdakwa korupsi.
Komisi Pembarantasan Korupsi sebagai satu-satunya lembaga negara yang menjadi harapan rakyat dalam semangat pemberantasan korupsi justru para pejabatnya acap kali tertimpa teror dan kriminalisasi.
Khusus untuk studi kasus penanganan pemberantasan tindak pidana korupsi di Indonesia, betapa Indonesia membutuhkan sumber daya manusia dari para pejabat lembaga negara dari tingkat daerah dan pusat yang memiliki semangat juang anti korupsi.
Tanpa adanya semangat juang anti korupsi dari para pejabat lembaga negara maka mau dibikin jutaan peraturan perundang-undangan pemberantasan tindak pidana korupsi tetap saja hasilnya: sia-sia!
Tanpa adanya semangat juang anti korupsi dari para pejabat lembaga negara maka mau dibikin jutaan peraturan perundang-undangan pemberantasan tindak pidana korupsi tetap saja hasilnya: sia-sia!
Perilaku korupsi tampaknya sudah menjadi budaya mata pencarian sampingan orang Indonesia pada skala nasional, meskipun di sana-sini tentunya masih kita dapatkan manusia Indonesia yang bersih. Maklumlah perilaku korupsi mulai mewabah masuk Indonesia sejak dimulai berdirinya rezim Orde Baru.
Selama 32 tahun Negara di bawah kekuasaan Orde Baru, perilaku korupsi telah mendapat pembiaran Negara. Pembiaran Negara selama 32 tahun itulah sama saja Negara telah mendoktrinasi kepada para anak bangsanya betapa perilaku korupsi adalah perilaku yang manusiawi, sehingga setiap kali terjadi regenerasi kepada para pejabat negaranya maka praktek korupsi akan terus terulang kembali.
Doktrinasi ini sama dengan Negara di bawah kekuasaan Suharto selama 32 tahun mendoktrinasi kepada para anak bangsanya tentang stigmatisasi Bahaya Laten PKI yang terus tertanam dalam setiap regenerasi hingga sampai sekarang.
Selama 32 tahun Negara di bawah kekuasaan Orde Baru, perilaku korupsi telah mendapat pembiaran Negara. Pembiaran Negara selama 32 tahun itulah sama saja Negara telah mendoktrinasi kepada para anak bangsanya betapa perilaku korupsi adalah perilaku yang manusiawi, sehingga setiap kali terjadi regenerasi kepada para pejabat negaranya maka praktek korupsi akan terus terulang kembali.
Doktrinasi ini sama dengan Negara di bawah kekuasaan Suharto selama 32 tahun mendoktrinasi kepada para anak bangsanya tentang stigmatisasi Bahaya Laten PKI yang terus tertanam dalam setiap regenerasi hingga sampai sekarang.
Bahkan perilaku korupsi justru telah dijadikan pola karakteristik budaya atau kebiasaan turun temurun dari sebagian masyarakat kita. Dalam kondisi moral yang sudah corat-marut ini, Negara pasti akan mengalami kendala besar dan sangat tidak mudah mencari sumber daya manusia sebagai pejabat negara yang memiliki komitmen semangat juang anti korupsi.
Setiapkali rakyat yang dilibatkan dalam pemilihan umum dari mulai pemilihan calon kepala desa (pilkades), pemilihan kepala daerah (pilkada), pemilihan calon-calon anggota legislatif (pileg) hingga pemilihan calon Presiden dan Wakilnya (Pilpres) selalu tidak terhindar dari money politics, sehingga para calon yang memiliki harta banyak meskipun contemp records tidak clean pun akan tetap terpilih karena kemenangan ditentukan suara terbanyak dan rakyat sebagai pemilih akan memilih jika ada wujud material pemberian dari para calonnya.
Kalau kondisi real sudah seperti ini, maka sampai kapan pun jangan harap tindak pidana korupsi akan semakin berkurang, justru sebaliknya korupsi akan berkembang beranak pinak bagaikan jamur di musim hujan.
Kalau kondisi real sudah seperti ini, maka sampai kapan pun jangan harap tindak pidana korupsi akan semakin berkurang, justru sebaliknya korupsi akan berkembang beranak pinak bagaikan jamur di musim hujan.
Akhirulkalam, inilah beberapa peraturan perundangan penanganan pemberantasan tindak pidana korupsi yang diberlakukan di Indonesia. Silahkan untuk mengunduh versi pdf nya pada setiap tautan di bawah ini.
Perppu No. 24 Thn 1960
Keppres No. 12 Thn 1970
UU No. 11 Thn 1980
UU No. 28 Thn 1999
UU No. 31 Thn 1999
PP No. 19 Thn 2000
PP No. 71 Thn 2000
PP No. 110 Thn 2000
UU No. 20 Thn 2001
UU No. 15 Thn 2002
UU No. 30 Thn 2002
UU No. 25 Thn 2003
Keppres No. 80 Thn 2003
Konvensi PBB Melawan Korupsi
PP No. 24 Thn 2004
PP No. 25 Thn 2004
Keppres No. 11 Thn 2005
UU Nomor 1 Tahun 2006
UU No. 7 Thn 2006
UU No. 13 Thn 2006