
Tampaknya wajah institusi Polri telah membuat wajah Indonesia sedang tidak baik-baik saja. Persoalan Ferdy Sambo yang sampai hari ini masih membawa kerumitan dan problema krusial pada hukum di Indonesia.
Tampaknya wajah institusi Polri telah membuat wajah Indonesia sedang tidak baik-baik saja. Persoalan Ferdy Sambo yang sampai hari ini masih membawa kerumitan dan problema krusial pada hukum di Indonesia.
Ada empat point krusial yang menjadi alasan saya betapa kebijakan Pemerintah menaikkan harga subsidi BBM adalah kebijakan yang tidak populis dan blunder yang paling fatal sebagai kado kebijakan September Hitam buat rakyat Indonesia.
Terdapat empat methode yang Mahatma Ghandi ajarkan kepada masyarakat guna melenyapkan pengaruh kolonialisme. Di antaranya ialah Ahimsa, Hartal, Satyagraha dan Swadesi. Ahimsa merupakan gerakan perlawanan anti kekerasan yang sebelumnya disebut sebagai non-violence.
Sejak awal saya sudah menegaskan secara berulang-ulang kali ada atau tidak adanya wacana penundaan Pemilu dan penambahan tiga periode masa jabatan Presiden, tetap saja Jokowi akan terus dinyinyir dicari-cari kelemahan dan kesalahannya. Sebab mimpi target final tuntutan dari para bouwheer hanya satu keinginan: Jokowi harus meletakkan jabatan sebagai Presiden sebelum masa jabatannya berakhir.
Minyak goreng tidak akan mengalami kelangkaan di negeri yang sumber daya kelapa sawitnya berlimpah-limpah ruah seperti di Indonesia jika tidak ada kausalitas dari peristiwa yang melatarbelakangi terjadinya kelangkaan minyak goreng. Kausalitas dari peristiwa apakah yang melatarbelakangi terjadinya minyak goreng mendadak serempak lenyap dari pasaran?
Masih membekas dalam pikiran saya ketika sistem politik Indonesia masih dalam cengkraman kekuasaan otoriter Orde Baru, melalui sejarawan andalan Orde Baru, Brigjen TNI-AD (Purn.) Prof. Dr. Nugroho Notosusanto merilis sinema dokumenter sejarah Orde Baru (menurut saya lebih tepat disebut film doktrinasi propaganda Orde Baru) berjudul Penumpasan Pengkhianatan G30S PKI yang disutradarai oleh Arifin C Noer.
Tidak semua aksi protes mahasiswa yang tergabung dalam Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) yang marak terjadi belakangan ini berakhir ricuh dan rusuh sebab masih ada methode aksi perjuangan yang mereka pakai dalam menyampaikan hak pendapat di muka umum telah dilakukan secara etis dengan menjunjung tinggi semangat anti kekerasan (non-violence) yang notabene telah mengingatkan kepada publik pentingnya perjuangan ala Ahimsa dari konsep pikiran Mahatma Gandhi.
Ketika kegaduhan di seputar polemik antara KPAI versus PB Djarum tiada ujung penyelesaian hingga telah mengkawatirkan masa depan para atlit olah raga bulutangkis pada piala kejuaraan di kancah internasional.
Harus dibedakan mana yang Papua pro NKRI dan Papua anti NKRI. Keduanya dari outer skin perspective sulit untuk dibedakan karena memang sama-sama satu rumpun melanesia. Sejak Perjanjian New York 1962 sampai dengan sekarang bangsa Papua terbelah menjadi two opposing shafts, yaitu bangsa Papua yang terintegrasi sebagai Bangsa Indonesia sesuai kesepakatan Perjanjian New York 1962 dan ada bangsa Papua yang menolak Perjanjian New York 1962 yang kemudian dikenal sebagai Organisasi Papua Merdeka (OPM).
Begitu mudahnya kita melakukan pass judgment on terhadap hak kebebasan kata-kata kepada sesama anak bangsa sendiri dengan dakwaan makar. Bukan karena mereka yang dimakarkan terbukti sebagai milisi bersenjata yang akan menggulingkan pemerintah, melainkan mereka yang dimakarkan karena persoalan perbedaan selera memainkan hak kebebasan kata-kata saja.
Betapa dalam kehidupan sehari-hari tanpa disadari atau tidak setiap manusia di mana saja dan kapan saja pasti tidak terlepas dari sikap pilihan Golput. Ironinya, tanpa disadari sebagian dari anak bangsa sendiri sering mendapatkan sikap ambivalen pada diri manusia ketika sudah berhadapan dengan Golput.
Saya masih teringat ketika saya masih menjadi aktivis mahasiswa pada sekitar tahun 1990-an pada setiap ada aksi-aksi mahasiswa turun ke jalan selalu saja saya dan kawan-kawan aktivis lainnya tidak pernah lupa untuk menyanyikan lagu mars ABRI (Angkatan Bersenjata Republik Indonesia) yang sudah diplesetkan sebagai wujud perlawanan menolak kebijakan-kebijakan Rezim Militer Suharto yang menindas hak-hak kebebasan ekspresi kaum sipil di Indonesia.
Jauh sebelum diputusnya Ijtima Ulama II memberikan dukungan kepada bakal calon presiden Prabowo Subianto dan bakal calon wakil presiden Sandiaga Salahuddin Uno, maka saya jauh-jauh hari sudah dapat begitu mudah memprediksinya. Alasan saya simple saja, jauh awal mereka yang tergabung dalam Ijtima Ulama adalah orang-orang yang track records mereka berada di kubu barisan Gerakan Nasional Pengawal Fatwa Ulama (GNPF-Ulama) yang notabene berada di kubu yang selalu mengorek-orek hingga sampai mengais-ngais mencari kesalahan Jokowi sebagai Presiden, jadi tidak mungkin Ijtima Ulama akan menjatuhkan pilihan kepada Jokowi, meskipun bakal cawapres dari Jokowi adalah Amin Ma'ruf yang notabene a big ulama figure.
Hanya demi menuruti kemauan ambisi kekuasaan Asalkan Bukan Jokowi, para
oposan ikhlaskan aneka pemicu kegaduhan yang acap ditabuh-tabuhkan
seperti genderang mau berperang hingga sampai nilai-nilai kebangsaan
harus lari terbirit-birit dan kadang meneng-meneng sambil
terkencing-kencing di celana lantas sesama para anak bangsa tahu-tahu
terbelah menjadi dua sisi kutub fauna, Kecebong dan Kampret.
Konon methode pengumpulan data melalui jajak pendapat atau polling sebelum sarana internet mewabah seperti sekarang hanya bisa dilakukan dengan cara berinteraksi secara langsung face to face kepada para responden yang menjadi sampelnya. Tapi sejak information technology menjadi konsumsi publik sehari-hari, maka methode pengumpulan data polling pun turut mengikuti perubahan. Para penyelenggara polling ketika berinteraksi kepada para responden yang menjadi sampelnya hanya cukup melalui electronic mail (e-mail), account social media dan internet protocool address (IP).
Ketika warganet protes perihal tiang bendera Negara Asian Games yang terbuat dari potongan bambu berkualitas rendah terpampang secara terbuka di jalan-jalan ibu kota, lantas Saudara Anies Baswedan selaku Gubernur DKI Jakarta memberikan statement jawaban:" Jangan sekali anggap rendah tiang bendera dari bambu. Itulah tiang yang ada di rumah-rumah rakyat kebanyakan."
Pesan Sang Binatang Jalang, Chairil Anwar dalam salah satu puisinya di tahun 1943 berjudul Diponegoro, ada kalimat yang tertulis di bait puisinya: "Sekali berarti, sudah itu mati". Pesan Chairil Anwar ini jika dikaitkan dengan sosok ketokohan Amien Rais tampaknya tidak akan pernah berlaku dan tidak akan berarti apa-apa untuk sosok ketokohan anak bangsa sendiri bernama Amien Rais.